Pada dasarnya, setiap pekerja mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan atasKeselamatan dan Kesehatan Kerja (“K3”). Demikian yang disebut dalam Pasal 86 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Lebih lanjut dikatakan bahwa untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi [lihat Pasal 86 ayat (2) UU Ketenagakerjaan dan penjelasannya].

K3 juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (“UU 1/1970”).Yang diatur oleh UU ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja. Pada dasarnya ketentuan keselamatan kerja berlaku dalam tempat kerja dimana, antara lain [lihatPasal 2 ayat (2) UU 1/1970]: dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan; terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran; dibangkitkan, diubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air; dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan; dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan; dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara; dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang; dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air; dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan; dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah; dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting; dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang; terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran; dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah; dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi atau telepon; dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis; dibangkitkan, diubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air; diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.

Ini artinya, di tempat kerja dimana dilakukan kegiatan di atas, diperlukan ketentuan K3. Aturan K3 secara khusus juga dapat kita lihat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (“PP 50/2012”).

Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 itu sendiri menurut Pasal 1 angka 2 PP 50/2012 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. jadi pada dasarnya, perusahaan jasa tidak termasuk tempat kerja yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (2) UU 1/1970.

Sumber : hukumonline.com

Menu
× Butuh bantuan? klik disini!