Bahaya reaktifitas kimia yang dimaksud disini adalah situasi dimana potensi terjadinya reaksi kimia yang tidak terkontrol yang dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan, dan secara langsung atau tidak langsung menyebabkan kerugian pada pekerja, asset perusahaan dan lingkungan. Reaksi tidak terkontrol tersebut dapat disertai oleh naiknya temperatur dan tekanan, pelepasan gas atau energi. Bahaya reaktifitas bahan kimia analog dengan bahaya bahan kimia lainnya seperti beracun, mudah terbakar, mudah meledak dan sebagainya (Johnson et al., 2003). Bahaya reaktifitas kimia adalah suatu konsep yang kompleks, sampai saat ini belum ada satupun parameter tunggal yang dikembangkan yang secara lengkap dapat mengkarakterisasi semua aspek reaktifitas kimia (Daniel and Crowl, 2004).
Potensi terjadinya reaksi tidak terkontrol dapat terjadi dalam banyak bentuk yang melibatkan satu atau lebih sifat dari bahan kimia tersebut dan kondisi dimana bahan kimia tersebut diproses atau digunakan. Hal ini dapat dilihat dari kesimpulan yang diambil oleh U.S. Chemical Safety and Hazards Investigation Board dari hasil investigasi bahaya reaktifitas bahan kimia yang menyatakan bahwa pendekatan regulasi yang menggunakan daftar bahan kimia untuk bahaya reaktifitas adalah kurang tepat. Sehingga perlu adanya perbaikan terhadap manajemen bahaya reaktifitas bahan kimia dimana tidak hanya mengacu pada daftar bahan kimia sesuai dengan regulasi yang ada akan tetapi juga melihat pada bahaya dari kombinasi bahan-bahan kimia dan kondisi proses pada industri.
Ada tiga parameter yang dijadikan sebagai acuan untuk mendisain proses kimia yang aman (AIChE, 1995):
- Energi potensial dari bahan kimia yang digunakan.
- Laju potensial reaksi dan / atau dekomposisi.
- Peralatan produksi dan proses.
Faktor pertama yang dipertimbangkan untuk mendisain proses kimia yang aman adalah energi yang terlibat dalam proses reaksi kimia tersebut. Ada dua jenis energi yang harus diperhatikan yaitu eksotermik and endotermik. Kedua jenis energi ini dapat diperoleh dari literatur, perhitungan termodinamika atau pengukuran dengan peralatan/instrumen di laboratorium. Faktor kedua adalah laju reaksi dari suatu reaksi kimia, dimana laju reaksi tersebut tergantung pada temperatur, tekanan dan konsentrasi. Laju reaksi baik dalam kondisi normal maupun abnormal harus ditentukan atau diperhitungkan untuk mendisain suatu proses kimia yang lebih aman. Faktor ketiga adalah disain proses dan peralatan produksi yang dapat mengakomodasi dan mengantisipasi faktor pertama dan kedua diatas seperti pemindahan panas yang dihasilkan oleh reaksi eksotermik.
Ketiga parameter diatas saling berinteraksi satu sama lain, sebagai contoh; sejumlah energi potensial yang besar bisa dipindahkan dalam proses yang normal jika laju pelepasan energi relatif kecil dan dikontrol dengan kapasitas pendingin yang mencukupi. Untuk mengetahui apakah kapasitas pendingin mencukupi untuk memindahkan pelepasan energi, pendekatan dengan studi bahaya reaktifitas kimia dapat dilakukan. Dalam banyak kasus, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan teoritis seperti studi literatur, database dan program software. Meskipun pendekatan teoritis ini tidaklah sepenuhnya memadai untuk merancang proses kimia. Dalam tahapan tertentu diperlukan eksperimen dan pengukuran tergantung dari reaktifitas kimia yang terkait untuk mendapatkan disain proses yang lebih sempurna.
Adapun parameter yang kritikal dari suatu reaksi kimia, akan berbeda bergantung pada kondisi proses/reaksi. Sebagai contoh, pada kasus penyimpanan bahan kimia, parameter yang perlu di kontrol adalah temperatur luar dan pemisahan bahan kimia yang tidak kompatibel untuk mencegah terjadinya reaksi yang tidak diinginkan. Untuk area produksi yang melakukan pencampuran kimia dengan tujuan tertentu (intentional chemical reaction), parameter kontrol yang utama adalah laju penambahan reaktan dan temperatur dari reaktor.
Berdasarkan CCPS, untuk melakukan kontrol bahaya reaktifitas yang berkaitan dengan pelepasan produk atau energi, yang perlu diperhatikan adalah:
Kondisi awal reaksi
Kondisi awal reaksi memperhitungkan jenis dan banyaknya reaktan dalam proses yang ada, jumlah dan konsentrasi reaktan (Creaktan) yang digunakan, energi aktivasi yang dibutuhkan untuk terjadinya reaksi (Ea atau energi aktivasi Arrhenius diberikan dalam J/mol) dan tekanan dari inert gas (seperti N2) yang digunakan untuk menjamin bahwa reaktor bebas dari oksigen (O2).
Jalur reaksi.
Dengan mengikuti jalur reaksi dan pengambilan sampel selama terjadinya reaksi (sampling) dapat dipastikan bahwa telah dihasilkan produk yang diinginkan atau produk yang tidak diinginkan atau bahkan produk samping yang berbahaya. Proses kimia yang dapat terjadi pada tahap ini beragam, misalnya reaksi desalinasi, desulfirisasi, alkilasi, isomerisasi, polimerisasi, hidrogenasi dan sebagainya. Jalur reaksi yang paling mungkin secara termodinamika adalah jalur reaksi dengan nilai energi bebas Gibbs (G) yang terendah. Kondisi awal reaksi seperti konsentrasi reaktan (Creaktan) dan tekanan dalam reaktor (Preaktor) juga mempengaruhi jalur reaksi. Jalur reaksi juga bisa diprediksi dengan menggunakan analytical tools yang ada seperti ASTM CHETAH program (Balaraju et al. 2002).
Termodinamika reaksi.
Dalam hal ini diperhitungkan jumlah panas yang dilepaskan saat terjadi reaksi (energi reaksi total ) dan produk yang dihasilkan yang bersifat stabil. Energi reaksi dapat berupa energi polimerisasi atau energi dekomposisi atau energi lain bergantung pada jenis reaksinya( DH).
Kinetika reaksi.
Dalam hal ini diperhitungkan laju reaksi, yang berkaitan dengan laju pelepasan panas dan terbentuknya produk. Laju reaksi dari suatu reaksi kimia bergantung pada beberapa parameter seperti temperatur (T), tekanan (P) dan konsentrasi (Creaktan). Laju reaksi harus diperhitungkan baik dalam kondisi normal maupun abnormal.
Selain melakukan kontrol terhadap pelepasan produk dan/atau energi, dilakukan kontrol terhadap interaksi antara produk dan/atau energi yang dihasilkan oleh proses/reaksi dengan lingkungan, dimana perlu dilakukan kontrol terhadap :
Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan termasuk penyimpanan, penanganan dan pengemasan, misalnya gudang atau tangki penyimpanan bahan kimia dimana tidak ada proses pencampuran atau reaksi kimia yang dilakukan (Johnson et al., 2003).
Peralatan proses produksi dan sistem kontrol yang digunakan
Seperti yang telah dijelaskan dalam termodinamika reaksi, sejumlah panas yang dilepaskan saat terjadi reaksi atau disebut dengan energi reaksi total. Dalam hal ini, besarnya energi yang dihasilkan dalam suatu reaksi, apakah itu pada kondisi normal maupun abnormal harus diperhitungkan pada saat mendisain proses dan peralatan produksi. Sehingga peralatan produksi yang ada dapat mengakomodasi besarnya energi yang dilepaskan seperti melalui pemindahan panas yang dihasilkan oleh reaksi eksotermik dan juga mengantisipasi kenaikan tekanan yang disebabkan oleh penguapan dari campuran yang ada didalam reaktor.
Transfer panas dan massa
Hubungan antara peralatan proses dengan kontrol energi juga produk yang dihasilkan dalam suatu reaksi kimia menentukan dimana panas dan massa akan berada. Persamaan Arrhenius menunjukkan bahwa laju reaksi pembentukan panas yang diikuti dengan kenaikan temperatur yang eksponensial akan tetap berlangsung selama masih ada reaktan. Pada sistem reaksi eksotermik yang terkontrol dengan baik terdapat pemindahan panas yang baik ke lingkungan disekitarnya, apakah melalui dinding reaktor atau melalui cooling coil atau sistem pendingin lain yang menggunakan air pendingin ataupun bahan kimia lainnya. Namun demikian, perlu juga diperhatikan bahwa pemindahan panas hanya dapat terjadi jika terdapat perbedaan panas yang linear antara sistem dengan pendingin. Sehingga sangat perlu diperhatikan kapasitas pemindahan panas yang dimiliki oleh sistem pendingin yang digunakan yang disesuaikan dengan energi reaksi total yang dihasilkan selama berlangsungnya reaksi, baik yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan.
Ada tiga situasi yang melibatkan bahaya reaktifitas bahan kimia yaitu (Johnson et al., 2003):
- Penyimpanan, penanganan dan pengemasan (misalnya gudang atau tangki penyimpanan bahan kimia dimana tidak ada proses pencampuran atau reaksi kimia yang dilakukan).
- Pencampuran dan proses fisika (misalnya pencampuran, pengenceran, blending, pengeringan, distilasi, absorpsi, filtrasi, crushing, atau pemanasan dimana tidak dilakukan reaksi kimia).
- Proses reaksi kimia (misalnya reaksi desalinasi, desulfirisasi, alkilasi, isomerisasi, polimerisasi, hidrogenasi dan sebagainya)
HSE Prime sangat peduli akan Bahaya Kimia, untuk mengatasi ancaman dari bahaya kimia dengan Pelatihan Ahli K3 Kimia, untuk informasi lebih lanjut klik disini.
GALERI KEGIATAN
FOLLOW FANPAGE
INFORMASI
LATEST POST
- APD Saja Tidak Cukup! Inilah 5 Langkah Aman Bekerja Diatas Ketinggian March 18, 2025
- Jangan Main-main! 5 Kesalahan Fatal ini Bisa Merenggut Nyawa di Offshore March 13, 2025
- Info Lowongan Kerja HSE Medic Site PT PBS March 10, 2025
- Satu Kesalahan, Seribu Penyesalan! Begini Cara Instalasi Listrik yang Benar dan Aman March 7, 2025
- Hindari 7 Hal Ini Untuk Menjaga K3 di Bulan Ramadan! March 4, 2025